harianlenteraindonesia.co.id – Sejauh ini sudah 19 orang positif virus korona/Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) di Indonesia. Di dunia, beragam penelitian terkait wabah COVID-19 terus dilakukan.
Para peneliti sengaja melakukannya agar bisa membaca karakter dari virus corona jenis baru ini. Terkait COVID-19, ada penelitian terbaru yang mendukung temuan penelitian sebelumnya.
Para peneliti di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health menemukan bahwa memerlukan durasi rata-rata lima hari (masa inkubasi), bagi seseorang untuk mengalami gejala seperti batuk kering dan demam setelah terinfeksi atau tertular oleh SARS-CoV-2 (nama virus yang menyebabkan penyakit COVID-19). Selasa (10/3/2020).
Nah, orang-orang yang sudah mengalami gejala, dikatakan hampir semuanya akan mengalami gejala dalam 12 hari setelah terinfeksi.
Dalam menjalankan penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Annals of Internal Medicine, para peneliti diketahi mengumpulkan data artikel berita dan laporan kesehatan masyarakat kasus COVID-19 dari periode 4 Januari hingga 24 Februari 2020. Laporan kesehatan yang menjangkau sekitar 24 negara, dan wilayah di luar daratan China serta 25 Provinsi di luar daratan Hubei, China.
Tim peneliti mengkurasi kasus-kasus, dengan catatan orang yang terinfeksi telah melakukan perjalanan ke Wuhan selama wabah atau memiliki kontak dekat dengan orang yang terinfeksi. Total disebutkan sekitar 161 orang telah melakukan perjalanan ke atau tinggal di Wuhan.
Dalam penelitian ini, semua alur kejadian di catat. Ketika seorang pasien terpapar, ketika mereka gejalanya berkembang, ketika demam dan jika pasien dirawat di rumah sakit di catat.
Menurut perkiraan tim peneliti, 101 dari setiap 10 ribu kasus akan memperlihatkan bahwa gejala yang dialami pasien berkembang setelah 14 hari pemantauan aktif, di mana orang yang diyakini terpapar virus melaporkan status kesehatan mereka kepada pihak petugas kesehatan berwenang setiap hari.
Masa periode inkubasi virus baru ini disebutkan penting, sebab dinilai dapat membantu dengan untuk menekan wabah dan melakukan upaya kesehatan masyarakat mulai dari pemantauan aktif, pengawasan, kontrol, dan pemodelan.
“Memahami lamanya pemantauan aktif itu diperlukan, diperlukan untuk membatasi risiko hilangnya infeksi SARS-CoV-2 ini begitu diperlukan oleh departemen kesehatan agar bisa efektif menggunakan sumber daya yang terbatas,” bunyi penjelasan dari tim peneliti.
Di satu sisi, tim peneliti menyadari bahwa penelitian mereka terbatas. Termasuk bahwa kemungkinan beberapa kasus yang lebih parah lebih mungkin untuk dilaporkan dan kasus model ini mungkin memiliki periode inkubasi yang berbeda dibandingkan dengan kasus yang ringan.
Penelitian dari tim peneliti Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health ini sendiri senada dengan perkiraan dari WHO selaku Badan Kesehatan Dunia, yang memperkirakan bahwa virus ini memiliki masa inkubasi satu hingga 14 hari, paling umumnya sekitar lima hari. Penelitian sebelumnya, termasuk satu yang diterbitkan di dalam New England Journal of Medicine pada akhir Januari 2020 lalu, juga mencapai kesimpulan yang sama tentang waktu inkubasi.
Sementara itu, perkembangan terakhir menyebutkan sejak merebak di Wuhan pada sekitar Desember 2019 lalu pertama kalinya di Wuhan, Provinsi Hubei, China, virus korona COVID-19 telah menyebar ke semua benua kecuali Antartika. Lebih dari 3.800 orang di berbagai penjuru dunia dalam 111.000 kasus telah menjadi korban jiwa. Namun sudah lebih dari 62.300 orang telah pulih. (red)