Berbagai Benda Bersejarah Dipamerkan di Pameran Kepurbakalaan Banyuwangi

  • Whatsapp

Banyuwangi, harianlenteraindonesia.co.id

Berbagai benda kuno dan bersejarah di Banyuwangi dipamerkan dalam, Pameran Kepurbakalaan, yang digelar, di pelataran kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbupar) Banyuwangi, 4-6 September 2021.

Ada artefak Lingga Sempurna yang terbuat dari batuan andesit berwarna hitam keabu-abuan. Artefak ini biasanya digunakan umat Hindu sebagai sarana pemujaan pada Dewa Siwa. Ada pula Stupica, yakni miniatur stupa yang terbuat dari tanah liat dan ditemukan di area situs Gumuk Klinthing, Muncar. Artefak ini digunakan umat Budha untuk sarana pemujaan terhadap sang Budha.

Diperkirakan benda-benda tersebut berasal dari abad 17 saat Banyuwangi masih berbentuk Kerajaan Blambangan.

Kepala Disbupar Banyuwangi, Muhammad Yanuarto Bramuda, mengatakan pameran kepurbakalaan ini sebagai media promosi sekaligus edukasi. “Jadi Banyuwangi tak hanya kaya akan destinasi wisata, tapi juga budaya dan situs yang harus kita lestarikan,” tutur Bramuda, Senin (4/10/2021).

Dalam pameran itu pengunjung juga bisa melihat benda-benda purbakala lainnya yang ditempatkan di Museum Blambangan, seperti koleksi lukisan kuno, barang-barang antik, foto-foto Banyuwangi Tempo Doeloe, dan mengunjungi Pusat Informasi Geopark Ijen.

Kegiatan ini juga diisi dengan pengenalan tentang geopark ijen kepada para pelajar yang dihadiri para pelajar. Mereka dikenalkan bahwa benda-benda purbakala memanfaatkan material geologi yang ada di sekitarnya.

Misalnya, Kerajaan Macan Putih yang terlihat dari sisa bangunannya di daerah Kabat memakai bata yang materialnya berasal dari endapan gunung api Raung, sehingga dari sisi kekuatan jauh lebih baik daripada batu bata sekarang.

Selain perkenalan tentang geopark, kegiatan ini juga diisi dengan Kajian Benda Museum yang menghadirkan Tim Ahli Cagar Budaya Provinsi Jawa Timur, khusus untuk mengulik beberapa peninggalan benda purbakala. Kemudian di hari terakhir, akan ada pembacaan dan pengenalan Lontar Yusuf dengan menghadirkan pelakunya langsung dari Desa Kemiren dan Jambesari.

Mocoan Lontar Yusuf merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat suku Osing Banyuwangi berupa pembacaan lontar (naskah) Yusuf. Lontar Yusuf adalah kitab kuno yang tertulis dengan aksara pegon dan berisi tentang Kisah Nabi Yusuf. Bentuknya berupa puisi tradisional yang terikat dalam aturan yang disebut pupuh. Total dalam Lontar Yusuf terdapat 12 pupuh, 593 bait dan 4.366 larik.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI telah menetapkan Mocoan Lontar Yusuf sebagai sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) 2019.

Pengunjung pameran ini menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Termasuk mendorong agar pengunjungnya mengaktifkan aplikasi Peduli Lindungi sebelum memasuki lokasi pameran.

Sementara itu, Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menegaskan Pemkab Banyuwangi secara bertahap mulai menggelar sejumlah event di daerah untuk menggeliatkan kembali sektor pariwisata.

“Namun, protokol kesehatan tetap kami utamakan. Event bisa jalan, tapi pengunjung dan penyelenggara harus wajib taat prokes. Seperti di pameran purbakala ini, kami lengkapi dgn fitur aplikasi Pedulilindungi untuk memantau pengunjung,” pungkas Ipuk.

Pos terkait