Dampak Covid 19, IWO Malang Raya Minta DPRD Cabut Anggaran Publikasi Pemkot

  • Whatsapp

Malang, harianlenteraindonesia.co.id

Kebebasan pers layak dipertanyakan, terkhusus di dunia jurnalis Kota Malang. Bukan karena dikekang oleh penguasa, tapi malah di grogoti oleh sikap sejawat sendiri. Kran pers yang terbuka lebar saat masa reformasi, justru berefek terkotak – kotaknya jurnalis ke dalam dunia kubu – kubu an. Suka atau tidak, realitanya, beberapa media diperlakukan eksklusif dibanding media lainnya.

Contoh terbaru adalah polemik rencana pemberian bantuan dari DPRD Kota Malang untuk wartawan di Kota tersebut.

Mulanya, berawal dari merebaknya Covid-19. Wartawan yang menjadi salah satu profesi di garda terdepan, diberikan penawaran oleh Ketua DPRD Kota Malang untuk menerima bantuan sebesar Rp 300.000,00 per bulan selama masa penetapan dampak bencana. Sumber dana direncanakan diambilkan dari pengalihan anggaran internal DPRD kota Malang.

Belum juga ketuk palu, suara – suara sumbang langsung santer terdengar. Beberapa pendapat menyatakan pemberian itu adalah bentuk gratifikasi kepada media. Akhirnya, Jumat lalu (03/04/2020) rencana itu dibatalkan.

Namun permasalah lain muncul, ketika Aliansi Jurnalis Independen memunculkan surat terbuka berisi seruan untuk membatalkan bantuan sosial jurnalis yang dikirim kepada Ketua DPRD Kota Malang, Sabtu (04/04).

Bukannya menjadi jawaban, surat terbuka itu malah memicu perbedaan pendapat diantara sesama jurnalis kota Malang.

“Pembatalan (Penawaran Bantuan Untuk Wartawan) itu tanggal 3 april 2020 sudah dibatalkan oleh ketua dewan langsung, I Made Riandiana Kartika. Tapi AJI pada tanggal 4 april 2020, mengirim surat pernyataan terbuka kepada ketua dewan lewat Whatsapp.  Artinya, teman – teman AJI mengada – ada terkait wartawan masuk dalam program itu. Karena sudah di batalkan secara resmi sebelum AJI membuat pernyataan.” Jelas Ketua Humas Ikatan Wartawan Online (IWO), Rudi Harianto. 

Bagai puncak gunung es di lautan, permasalahan ini sebetulnya hanya yang tampak dipermukaan. Jauh sebelum itu, masalah perlakuan tidak adil juga menjadi semacam bom waktu.

Tidak dapat dipungkiri, media di kota Malang tidak mendapat perlakuan adil dari pemerintah kota Malang. Buktinya, ploting anggaran publikasi dan pemberitaan pada APBD kota Malang hanya dapat dinikmati beberapa media saja.

Rudi Harianto kemudian memberikan pernyataan resmi IWO Malang Raya sebagai salah satu pokja media yang menaungi pekerja media online, Minggu (05/04) 

“Melihat kondisi dan situasi yang memang dirasakan oleh teman-teman media online kota Malang yang selama ini memang menahan diri atas tindakan 

ketidakadilan yang mereka alami dan keluhkan. Kami atas nama Ikatan Wartawan Online (IWO) Malang raya membuat pernyataan tegas dan meminta untuk DPRD kota Malang mengambil sikap.” Tegasnya.

Tercatat, ada empat pernyataan yang dikeluarkan. Poin pertama adalah Menyerukan kepada DPRD kota Malang untuk menghapus dan mencabut ploting anggaran pemberitaan dan publikasi bagi media pada APBD kota Malang sejak tahun anggaran 2020.

Poin kedua, Menyerukan kepada DPRD kota Malang untuk menghentikan semua tindakan eksklusifitas media di Kota Malang oleh siapapun dan pihak manapun termasuk para pembantu Dewan dan Pemkot.

Poin ketiga, mencabut semua kerjasama dan iklan pada semua media di kota Malang tanpa terkecuali. Baik itu yang sudah ditandatangani sebelum dan sesudah penetapan APBD 2020. 

Poin keempat, menuntut pada DPRD kota Malang untuk melakukan pengalihan seluruh anggaran publikasi dan pemberitaan media pada RAPBD kota Malang 2019 dan tertuang pada APBD kota Malang untuk masuk dalam program jaring pengaman sosial bagi warga kota Malang. Untuk akses keterbukaan, ketua DPRD kota Malang wajib menuangkan keputusan tersebut dalam bentuk Surat Keputusa DPRD Kota Malang saat ini dan dipublis secara terbuka lewat berbagai media. 

“Dengan tujuan untuk diketahui masyarakat umum dan semua pihak yang berkepentingan.” Jabarnya.(M.yus)

Pos terkait